Stop Fraud
oleh admin · Dipublikasikan · Di update
Author : Fatik Wijaya Galfari
Berita klasik itu muncul lagi, hari ini saya mendengar bahwa terjadi fraud di BPR salah satu sahabat saya. Tidak tanggung-tanggung, sampai milyaran rupiah.
Saya sudah sering mengingatkan kepada kawan-kawan, jangan main-main dengan kejujuran sebab Tuhan tidak pernah tidur. Secanggih apapun kebohongan itu dibungkus rapi, ia pasti akan terbongkar juga. “Becik ketitik ala ketara”, begitu katanya.
“Jika Anda bermain curang di dunia perbankan, itu adalah kebodohan yang nyata. Sebab sistemnya akan sangat mudah mendeteksinya dan pasti terbongkar”, pesanku.
Tapi mengapa selalu terjadi? Sebab di balik sistem itu selalu ada manusia yang “sakit jiwa”. Manusia yang cacat karakter, toxic employee, yang karenanya ia dengan licik memainkan kebohongan.
Motifnya banyak, tapi yang jelas manusia jenis ini adalah tipe serakah. Menghalalkan segala cara untuk memenuhi keinginannya yang jauh melebihi kebutuhannya. Tidak tahu apakah itu keinginan pribadi atau desakan dari pihak lain.
Apa sangsinya? Pecat!ย
Tidak ada toleransi untuk penyakit yang satu ini. Sebab sulit untuk disembuhkan.
Dampak yang ditimbulkan sangatlah besar. Tidak saja bagi pelakunya, tetapi yang lebih hebat adalah bagi perusahaan. Namanya menjadi rusak dan menimbulkan ketidakpercayaan public yang berakhir pada rush. Perusahaan lalu ditutup dan sekian banyak karyawan harus dihentikan dan tidak punya pekerjaan.
Kebanyakan fraud itu terjadi pada perusahaan yang kurang transparan. Ada konflik vertikal struktural. Ada gap antara manajemen atas dengan bawah. Konflik ini dimanfaatkan oleh mereka yang cacat mental tadi untuk berbuat curang. Yang itu sulit diakses oleh manajemen di atasnya. Maka terjadilah fraud yang berkepanjangan.
Ingat kejahatan terjadi bukan hanya ada niat pelakunya, tapi karena ada kesempatan.ย
Disinilah pentingnya situasional leadership. Kepemimpinan yang berwibawa. Hubungan atasan dan bawahan yang hangat namun tetap saling menghormati. Hubungan yang membawa setiap organ organisasi saling menghargai, transparan dan bertanggung jawab.
Bukan manajemen by fear, manajemen kuburan, yang penuh dengan rasa takut. Sehingga setiap orang saling tidak percaya, pendendam dan akhirnya berbuat curang di belakang.
Lebih dari itu, kecerdasan spiritual harus terus dibangun. Menyadarkan bahwa bekerja adalah bentuk โrasa terima kasihโ kita kepada Tuhan. Betapa Tuhan sangat sayang kepada kita. Tanpa berbuat curang pun Tuhan tetap memberikan oksigen gratis, kesehatan dan nikmat lain yang tak terhitung nilainya.
Alangkah malunya ketika kelak Tuhan bertanya pada kita, mengapa kamu mencuri? Belum cukupkah nikmatKu padamu?
Ayo berhentilah berbuat curang,